Sakit di Jakarta

Anak perempuan berumur tiga tahun itu pucat karena muntaber. Kedua orangtuanya, pasangan muda berumur 27 dan 24 tahun, panik dan langsung membawa anak itu ke rumah sakit. Mereka memilih sebuah rumah sakit di Slipi, rumah sakit yang mereka tahu mereka tak mampu bayar tapi dipilih agar si anak cepat sembuh.

Untuk membayar biaya pengobatan, pasangan muda terpaksa berutang dari kantor sang suami. Mereka di Jakarta, jauh dari rumah dan saudara. Pada hari terakhir, ketika anak kecil itu sudah sehat dan boleh pulang, kedua orangtuanya harap-harap cemas uang hasil pinjaman itu cukup untuk membayar semua biaya.

Pagi itu, mereka lapar, dan bau soto di depan rumah sakit sangat mengundang selera. Tapi bahkan untuk membeli soto berharga murah itu mereka khawatir, takut akan mengurangi uang yang sedianya digunakan untuk menebus obat. Sambil menahan lapar, mama anak itu berjalan-jalan di sepanjang selasar rumah sakit. Tak sengaja dia melihat papan pemberitahuan yang menyatakan bahwa.. rumah sakit itu menerima asuransi kesehatan yang dimiliki kantor suaminya. Ternyata mereka tak harus bayar mahal! Lega sekali!

Sambil menunggu administrasi, keduanya bisa makan soto dengan lega. Mereka juga bisa membelikan boneka beruang untuk anaknya, yang menyambut boneka itu dengan mata bersinar riang.

Dan saat itu adalah saat terakhir saya diopname, tahun 1988. Terharu membayangkan Mamah dan Papah, seusiaku (mamah malah 3 tahun lebih muda dari umurku sekarang), jauh dari rumah, dengan anak yang sakit dan uang pas-pasan.

Sekarang, selama lebih dari 4 tahun (tepatnya 4 tahun 4 bulan) saya tinggal di Jakarta sejak 2008, saya sering sakit juga. Tak pernah parah, cuma sakit panas, demam, flu. Pernah sekali ada bercak di paru-paru karena polusi. Terakhir, flu parah tiga minggu nggak sembuh-sembuh sampai saat ditulisnya blog ini *uhuk-uhuk*. Berobat di Jakarta mahal banget. Cuma flu aja habis 800 ribu. Lagi-lagi, untung saya punya asuransi.

Saya juga sudah mengumpulkan banyak kartu berobat. RS Ibu dan Anak Muhamaddiyah karena paling dekat sama kosan yang dulu. Terus pindah ke RSPP karena ternyata si RSIA nggak bisa pakai asuransi dari kantor baru. Lalu ke RS Asih karena dekat kosan yang sekarang.

Ngomong-ngomong, kalau misalnya terjadi apa-apa sama saya sampai tak bisa dikenali, tolong ambil foto gigi saya di Ladokgi RS Martadinata.

2 thoughts on “Sakit di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.